Semantik (semainen, Yunani = berarti, bermaksud) adalah bagian dari tatabahasa yang meneliti makna dalam bahasa tertentu, mencari asal mula dan perkembangan dari arti suatu kata. Dalam semantik hanya dibicarakan tentang makna kata dan perkembangan makna kata.
1. Makna Kata
Arti atau makna adalah hubungan antara tanda berupa lambing bunyi-ujaran dengan hal atau barang yang dimaksudkan.
A. Macam-Macam Arti
Bermacam-macam lembang bunyi ujaran dari gejala-gejala sekitar kita biasanya dikumpulkan delam sebuah buku, dengan diberi penjelasan-penjelasan mengenai hubungan antara bentuk dan gejala-gejala tersebut. Buku-buku semacam ini desebut kamus atau leksikon. Oleh karena itu arti dari kata yang sesuai dngan apa yang kita jumpai dalam leksikon disebut arti leksikal. Dalam kalimat dapat terjadi pergeseran arti leksikal; dapat sedikit saja bergeser, tetapi dapat juga terjadi bahwa arti itu dapat menyimpang jauh dari arti leksikal tadi. Untuk mengetahui arti yang tepat kita harus meneliti hubungannya dalam kalimat, atau dengan kata lain harus meneliti hubungannya dalam struktur bahasa. Arti yang diperoleh dengan cara demikian disebut arti struktural.
Satu lambang bunyi atau simbol bunyi dengan demikian dapat mengandung bermacam-macam arti, baik arti leksikal maupun arti struktural. Karena arti struktural itu dapat bergeser banyak atau sedikit daru artu leksikal, maka ada kemungkinan sebuah kata dalam sejarah pemakaiannya akam mempunyai banak arti. Suatu kata yang memiliki makna lebih dari satu disebut polisemi.
B. Homonim dan Sinonim
Makna tersebut masih memiliki hubungan, baik berupa pergeseran maupun berupa kiasan-kiasan. Tetapi ada pula bentuk-bentuk yang tampaknya sama betul tetapi artinya berbeda. Di sini kita tidak berbicara lagi mengenai polisemi, sebab polisemi selalu berarti satu bentuk yang mengandung banyak arti. Di sini kita tidak berhadapan dengan satu bentuk, tetapi ada dua bentuk yang kebetulan sama bentuknya. Dalam hal ini kita sudah masuk dalam bidang lain yang disebut homonim, yaitu kata-kata yang mempunyai bentuk yang sama tetapi artinya berbeda. Misalnya kata bisa, memiliki arti sanggup dan racun.
Di samping kata-kata yang berbentuk sama, ada kata-kata yang bentuknya berbeda tetapi artinya sama, yang lazimnya disebut sinonim. Misalnya ada bentuk buku dan kitab yang mempunyai makna sama. Pengertian sama di sini tidak berlaku mutlak, sebab dalam pemakaian sehari-hari tidak ada dua kata yang sama betul artinya. Jika kita ambil contoh di atas, maka seandainya kitab dan buku benar-benar sinonim, dalam arti sama betul artinya, maka di mana-mana keduanya harus selallu dapat bertukat tempat. Tetapi kenyataannya dalam pemakaian sehari-hari ada juga diferensiasinya. Tatabuku tidak dapat diganti dengan Tatakitab, memegang buku tidak dapat diganti dengan memegang kitab. Jadi dalam penggunaan sehari-hari sudah ada diferensiasi; tidak ada kata yang benar-benar sinonim dalam pengertian yang mutlak.
C. Perubahan Makna
Dalam pertumbuhan bahasa, makna suatu kata dapat pula mengalami perubahan. Perubahan makna itu dapat dilihat dari bermacam-macam sudut.Di antara bermacam-macam peristiwa perubahan makna yang penting adalah:
- Meluas, cakupan makna sekarang lebih luas daripada makna yang lama. Berlayar, dulu digunakan dengan pengertian bergerak di laut dengan memakai layar, tetapi sekarang semua tindakan mengarungi lautan atau perairan dengan alat apa saja disebut berlayar . Dahulu kata bapak dan hanya dipakai dalam hubungan biologis, sekarang semua orang yang lebih tua atau lebih tinggi kedudukannya disebut bapak sedangkan segala orang yang dianggap sama derajatnya disebut saudara.
- Menyempit, cakupan arti dulu lebih luas daripada makna sekarang. Kata sarjana dulu digunakan untuk menyebut semua orang cendekiawan, sekarang dipakai untuk gelar universiter . Pendeta dulu berarti orang yang berilmu, sekarang dipakai untuk menyebut guru agama Kri sten.
- Amelioratif, adalah suatu proses perubahan arti di mana arti baru dirasakan lebih tinggi atau lebih baik nilainya dari dulu; wanita dirasakan lebih tinggi nilainya dari kata perempuan; isteri atau nyonya dirasakan lebih tinggi atau lebih baik daripaada kata bini.
- Peyoratif, kebalikan dari ameliorative, peyoratif adalah suatu proses perubahan makna di mana arti baru dirasakan lebih rendah milainya dari dulu. Menyebut Perempuan dulu tidak ada rasa yang kurang baik, tetapi sekarang dirasakan kurang baik.
- Sinestesia, yaitu perubahan makna akibat pertukaran tanggapan antara dua indera yang berlainan. Contoh: Kata-katanya pedas, suaranya sedap didengar, pidatonya hambar, dan lain-lain.
- Asosiasi, adalah perubahan makna yang terjadi karena persamaan sifat. Contoh: Amplop artinya sogokan, dan lain-lain.
D. Nilai Rasa
Di samping makna kata, suatu bentuk dapat mengandung suatu nilai rasa tertentu. Di samping arti dasar tiga belas yaitu bilangan bulat sesudah dua belas, orang akan merasakan nilai rasa kesialan , kecelakaan, dan lain-lain. Makna kata cerewet ialah banyak bicara tidak pada tempatnya, tidak bisa menahan mulut; tetapi di samping itu menimbulkan nilai rasa ‘menjengkelkan' dan ‘rasa bosan' pada kita. Kata bodoh dan tolol mempunyai makna sama, namun kata tolol memberikan suatu nilai yang lain yaitu ‘penghinaan'.
Nilai rasa itu tergantung dari tiap masyarakat bahasa yang bersangkutan. Mungkin suatu kata yang sama akan menimbulkan nilai rasa yang berlainan pada dua masyarakat bahasa yang berbeda. Nilai rasa itu juga bergantung kepada jaman. Dahulu kata perempuan memberi nilai rasa baik, tetapi sekarang nilai rasanya sudah tidak baik lagi.
2. Perubahan Bentuk Kata
Perubahan bentuk kata dapat kita bedakan atas 1) perubahan dari bentuk kata-kata dairi pebendaharaan kata-kata asli suatu bahasa karena pertumbuhan dalam bahasa itu sendiri, 2) perubahan dari kata-kata pinjaman.A. Adaptasi
Bahasa Indonesia selama berabad-abad mendapat bermacam-macam pengaruh dari luar, yaitu pengaruh dari bahasa-bahasa asing dan bahasa-bahasa daerah. Semua bentuk asing itu tidak diterima begitu saja, tetapi selalu mengalami proses penyesuaian atau adaptasi sesuai dengan struktur bahasa Indonesia.
Adaptasi atau penyesuaian bentuk itu dapat dibedakan atas:
1. Adaptasi berdasarkan sistem fonologi bahasa Indonesia.
Contoh: Voorschot (Belanda) > persekot
Voorlper (Belanda) > pelopor
2. Adaptasi berdasarkan struktur bentuk kata (morfologi) dalam bahasa Indonesia.
Contoh: parameswari (Sansekerta) > permaisuri
prakara (Sansekerta) > perkara
Bila bentuk-bentuk asing itu tidak menunjukkan pertentangan-pertentangan atau perbedaan structural dengan bahasa Indonesia maka kata-kata asing itu diterima begitu saja tanpa mengalami adaptasi.
B. Analogi
Analogi adalah pembentukan suatu kata baru berdasarkan suatu contoh yang sudah ada. Misalnya berdasarkan bentuk-bentuk seperti sosialisme, sosialist, dan lain-lain, terbentuklah kata-kata seperti marhaenisme, marhaenis, pancasilais, dan lain-lain.
C. Kontaminasi atau Perancuan
Selain dari analogi ada cara pembentukan lain yang disebut kontaminasi atau perancuan, yakni dari dua ungkapan yang berlainan diturunkan suatu ungkapan baru.
Contoh: Dari ungkapan-ungkapan membungkukkan badan dan menundukkan kepala dibuat kontaminasi: menundukkan kepala.
D. Macam-Macam Perubahan Bentuk Kata
Dalam pertumbuhan bahasa banyak kata yang mengalami perubahan. Perubahan-perubahan pada suatu kata tidak hanya terjadi karena proses adaptasi, tetapi juga disebabkan bermacam-macam hal lain, misalnya salah dengar, usaha memendekkan suatu kata yang panjang dan sebagainya. Kata bis yang sehari-hari dipakai sebenarnya berasal dari kata veniculum omnibus , yang berarti ‘kendaraan untuk umum'. Tetapi karena terlalu panjang maka yang diambil hanya suku kata terakhir, yang sebenarnya hanya merupakan sebuah akhiran.Tetapi dari peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi atas berbagai kata yang selama ini diketahui, terdapat beberapa macam gejala perubahan bentuk yang dialami sebuah kata:
1. Asimilasi, adalah gejala dimana dua buah fonem yang tidak sama dijadikan sama.
Contoh: in moral > immoral
ad similatio > asimilasi
2. Disimilasi, adalah proses perubahan bentuk kata di mana dua buah fonem yang sama dijadikan tidak sama.
Contoh: vanantara > belantara
lauk-lauk > lauk-pauk
sayur-sayur > sayur-mayur
3. Diftongisasi, adalah proses di mana suatu monoftong berubah menjadi diftong.
Contoh: anggota > anggauta
teladan > tauladan
4. Monoftongisasi, proses di mana suatu diftong berubah menjadi monoftong.
Contoh: pulau > pulo
danau > dano
5. Haplologi, adalah proses di mana sebuah kata kehilangan suatu silaba (suku kata) di tengahnya.
Contoh: samanantara (Sansekerta) > sementara
budhidaya > budaya
6. Anaktipsis, adalah proses penambahan suatu bunyi dalam suatu kata guna melancarkan ucapannya.
Contoh: putri > puteri
sloka > seloka