SAMBUTAN DARI BAPAK LILI RAMLI

Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Inilah Website Resmi Bapak Lili Ramli sebagai wadah untuk menularkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, khususnya Materi Bahasa Indonesia, TIK, dan Materi Umum Lainnya.
Mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

MAKALAH TENTANG PENGURUSAN JENAZAH

I. KEWAJIBAN-KEWAJIBAN TERHADAP JENAZAH
Kewajiban pengurusan jenazah bagi orang yang masih hidup ialah memandikan, mengafani, menyolatkan dan menguburkannya. Kewajiban-kewajiban ini termasuk fardhu kifayah, yaitu kewajiban yang dibebankan kepada umat Islam yang jika telah dilaksanakan oleh sebagian dari mereka maka telah dianggap mencukupi. Tetapi jika di antara umat Islam tidak ada yang melaksanakannya maka umat Islam seluruh daerah itu berdosa semua.
Seorang muslim yang sudah meninggal harus diurus jenazahnya secara terhormat, sebagaimana ketika masih hidup. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan bagi orang yang telah nyata-nyata meninggal yaitu :
a. Hendaklah segera dipejamkan matanya, ditutup mulutnya dengan cara mengurut-urut kulit di sekitar mata dan mulut, kemudian dilipatkan kedua tangannya di atas badannya dan kedua kakinya diluruskan.
b. Hendaklah ditutup seluruh tubuhnya dengan kain dan jangan sampai terbuka auratnya.
c. Bagi sanak famili jenazah hendaknya diberitakan tentang kematian ini dan bagi yang sudah mengetahuinya hendaknya segera berta’ziah di rumah duka.

A. MEMANDIKAN JENAZAH
1. Syarat-Syarat Jenazah yang Harus Dimandikan :
a. Jenazah itu orang muslim atau muslimah.
b. Badannya atau anggota badannya masih ada walaupun hanya sebagian yang tinggal.
c. Jenazah itu bukan mati syahid (misalnya mati dalam perang karena membela Islam).
Rasulullah bersabda :



Artinya : “Dari Jabir r.a. sesungguhnya Nabi saw. telah memerintahkan sehubungan orang-orang yang gugur dalam perang Uhud supaya mereka dikuburkan dengan darah mereka, tidak dimandikan dan tidak pula dishalatkan”. (H.R. Bukhori).

2. Cara Memandikan Jenazah :
Tentang cara-cara memandikan jenazah ini yang harus diperhatikan sebagai berikut : Pertama-tama dibersihkan terlebih dahulu segala najis yang ada pada badannya, kemudian meratakan air ke seluruh tubuhnya dan sebaik-baiknya tiga kali atau lebih jika dianggap perlu. Siraman yang pertama dibersihkan dengan sabun, yang kedua dengan air bersih, dan yang ketiga dengan air yang bercampur dengan kapur barus.
Yang perlu didahulukan dalam memandikan jenazah ialah anggota wudhu, kemudian seluruh tubuhnya sebelah kanan dan akhirnya sebelah kiri.





Artinya : “Dari Ummi ‘Atiyah, Nabi saw. telah masuk ke tempat kami sewaktu kami memandikan mayit anak beliau yang perempuan, lalu beliau berkata : “Mandikanlah dia tiga kali atau lima kali atau jika dipandang perlu lebih dari itu, dengan air serta daun bidara, dan basuhlah yang penghabisan dengan air yang bercampur dengan kapur barus”.
(H.R. Bukhori dan Muslim)

3. Aturan Memandikan Jenazah
a. Mayat laki-laki dimandikan oleh laki-laki, dan sebaliknya mayat wanita dimandikan pula oleh wanita, kecuali muhrimnya yang laki-laki, diperbolehkan.
Sabda Nabi saw. :


Artinya : “Dari ‘Aisyah r.a. : Bahwasanya Nabi saw. bersabda : “Jika kamu meninggal dahulu sebelum saya, maka saya akan memandikanmu”.
(H.R. Ahmad, Ibn Majah dan disahkan oleh Ibnu Hibban)

b. Sebaiknya orang yang memandikan jenazah adalah keluarganya yang terdekat.
c. Suami boleh memandikan isterinya, dan sebaliknya.


Artinya : “Dari Asma binti Umaisy r.a. : “Bahwasanya Fatimah r.a. berwasiat supaya ‘Ali r.a. memandikannya (apabila ia meninggal)”. (H.R. Daruqutni)

d. Yang memandikan tidak boleh menceritakan tentang cacat tubuh jenazah itu andai kata ia bercacat.
Rasulullah saw. bersabda :






Artinya : “Dari ‘Aisyah : bersabda Rasulullah saw. : “Barangsiapa memandikan mayat dan dijaganya kepercayaan, dan tidak membuka (rahasia) sesuatu cacat pada si mayat kepada orang lain, maka keluarkanlah ia dari segala dosa sebagaimana keadaannya sewaktu baru dilahirkan dari ibunya, “Sabda Nabi saw. lagi : “Hendaklah yang mengaturnya keluarga sendiri yang terdekat jika mereka dapat memandikan mayat. Tetapi jika tidak dapat, maka siapa saja yang dianggap berhak, karena wara’nya dan amanahnya”. (H.R. Ahmad)

B. MENGKAFANI JENAZAH
Yang dimaksud dengan mengkafani ialah membungkus jenazah dengan kain. Kain kafan dibeli dari harta peninggalan di mayat. Jika mayat tidak meninggalkan harta, maka kain kafan menjadi tanggungan orang yang menanggung nafkahnya ketika ia masih hidup. Jika yang menanggung nafkahnya juga tidak ada, maka kain kafan menjadi tanggungan kaum muslimin yang mampu.
Kain untuk mengkafani jenazah paling sedikit satu lembar yang dapat menutupi seluruh tubuh mayat baik mayat laki-laki atau perempuan. Bagi yang mampu disunnatkan untuk mayat laki-laki dikafani dengan tiga lapis kain tanpa baju dan sorban, sedangkan untuk mayat perempuan disunnatkan lima helai kain masing-masing untuk kain panjang (kain bawah), baju, tutup kepala, kerudung atau semacam cadar dan sehelai kain yang menutupi seluruh tubuhnya. Kain kafan diutamakan yang berwarna putih, tetapi jika tidak ada, warna apapun diperbolehkan dan diberi kapur dan harum-haruman. Sebagaimana dalam hadis tentang ini menjelaskan sebagai berikut :



Artinya : “Dari ‘Aisyah r.a. Rasulullah saw. telah dikafani dengan tiga lapis kain yang putih bersih yang terbuat dari kapas tidak ada di dalamnya baju maupun sorban”. (H.R. Bukhori dan Muslim)

C. MENYOLATKAN JENAZAH
1. Syarat-Syarat Sholat Jenazah :
a. Sholat jenazah seperti halnya dengan sholat yang lain, yaitu harus menutupi aurat, suci dari hadas besar dan kecil, bersih badan, pakaian dan tempatnya serta menghadap kiblat.
b. Jenazah sudah dimandikan dan dikafani.
c. Letak jenazah sebelah kiblat orang yang menyembahyangkannya, kecuali kalau sholat yang dilakukan di atas kubur atau sholat gaib.
2. Rukun Sholat Jenazah :
a. Niat.
b. Berdiri bagi yang kuasa (kuat).
c. Berdiri empat kali takbir.
d. Membaca Al Fatihah.
e. Membaca salawat atas Nabi saw..
f. Mendoakan mayat.
g. Memberi salam.
3. Cara Mengerjakan Sholat Jenazah :
Sholat jenazah dapat dilakukan atas seorang mayat atau beberapa orang mayat sekaligus.
Seorang mayat boleh pula dilakukan berulang kali sholat. Misalnya mayat sudah disalatkan oleh sebagian orang, kemudian datanglah beberapa orang lagi untuk menyolatkannya dan seterusnya.
Jika sholat dilakukan berjamaah, maka imam berdiri menghadap kiblat, sedang makmum berbaris di belakangnya. Mayat diletakkan dengan melintang dihadapan imam dan kepalanya di sebelah kanan imam.
Jika mayat laki-laki hendaknya imam berdiri menghadap dekat kepalanya, dan jika mayat wanita, imam menghadap dekat perutnya.
Sholat jenazah tidak dengan ruku’ dan sujud serta tidak dengan azan dan iqomat.

D. MENGUBUR JENAZAH
Jenazah dikuburkan setelah disholatkan. Menguburkan jenazah ini hendaknya disegerakan karena sesuai dengan sabda Nabi saw. :




Artinya : “Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah bersabda : Segeralah membawa jenazah, karena jika ia orang yang sholeh maka kamu menyegerakannya kepada kebaikan, dan jika ia bukan orang yang sholeh maka supaya kejahatan itu terbuang dari tanggungan kamu”. (H.R. Jama’ah)

Jenazah hendaknya dipikul oleh empat orang dan diantarkan oleh keluarga dan teman-temannya semasa masih hidup sampai ke pemakaman. Hadis tentang hal ini menyatakan sebagai berikut :



Artinya : “Dari Ibnu Mas’ud r.a., ia berkata : Siapa yang mengantarkan jenazah maka hendaklah memikul pada keempat penjuru beranda, karena sesungguhnya yang demikian itu merupakan sunnah (peraturan dari Nabi saw.)”. (H.R. Ibnu Majah)

Penguburan jenazah dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
1. Mula-mula digali liang kubur sepanjang badan jenazah dengan lebar satu meter dan dalamnya lebih kurang dua meter. Di dasar lubang digali liang lahat miring ke arah kiblat kira-kira muat mayat, atau jika tanahnya mudah runtuh dapat digali liang tengah. Dengan demikian binatang buas tidak dapat membongkarnya atau jika mayat membusuk tidak tercium baunya. Hadis tentan hal ini sebagai berikut :



Artinya : “Dari Amir bin Sa’ad ia berkata : Buatkanlah untuk saya lubang lahat dan pasanglah di atasku batu bata sebagaimana dibuat untuk kubur Rasulullah saw.”
(H.R. Ahmad dan Muslim)
2. Jenazah yang telah sampai, dikubur dimasukkan ke dalam liang lahat itu dengan miring ke kanan dan menghadap kiblat. Pada saat meletakkan jenazah hendaklah dibacakan lafadz :


Artinya : “Dengan nama Allah dan atas agama Rasulullah”.
(H.R. At-Turmudzi dan Abu Dawud)
3. Semua tali pengikat kain kafan dilepas, pipi kanan dan ujung kaki ditempatkan pada tanah. Setelah itu liang lahat atau liang tengah ditutup dengan papan atau kayu atau bambu kemudian di atasnya ditimbun dengan tanah sampai galian lubang rata, dan ditinggikan dari tanah biasa, di atas arah kepala diberi tanda batu nisan. Rasulullah saw. bersabda :

Artinya : “Sesungguhnya Nabi saw. telah meninggikan kubur putra beliau Ibrahim kira-kira sejengkal”. (H.R. Al-Baihaqi)

4. Meletakkan pelepah yang masih basah sesuai dengan hadits dari Ibnu Abbas atau meletakkan kerikil di atas kubur dan menyiramnya dengan air di atas kubur mayat. Hadits Nabi saw. menyebutkan :




Artinya : “Dari Ja’far bin Muhammad dari bapaknya, sesungguhnya Nabi saw. telah menaruh batu-batu kecil di atas kubur putra beliau Ibrahim”. (H.R. Asy Syafi’i)
Hadits lain menyatakan sebagai berikut :





Artinya : “Dari Ja’far bin Muhammad dari ayahnya sesungguhnya Nabi saw. telah menyiram kubur putra beliau Ibrahim”.
(H.R. Asy-Syafi’i)

5. Mendoakan mayat dan memohon ampun kepada Allah atas mayat. Sebagaimana Hadits Nabi saw. yaitu :



Artinya : “Dari Usman r.a. adalah Nabi saw., apabila telah selesai mengubur mayat, beliau berdiri di atasnya dan bersabda : Mohonkanlah ampunan untuk saudaramu dan mintalah untuknya supaya diberi ketabahan karena sesungguhnya ia sekarang sedang ditanya”.
(H.R. Abu Dawud dan disahkan oleh Al-Hakim)

II. HAL-HAL YANG BERKENAAN DENGAN HARTA MAYAT
Harta peninggalan orang yang meninggal haruslah dikeluarkan sesuai dengan urutan prioritas sebagai berikut :
1. PEMBIAYAAN PENYELENGGARAAN JENAZAH
Bagi jenazah yang meninggalkan harta peninggalan, maka prioritas utama penggunaannya ialah untuk keperluan pembiayaan jenazah berupa :
1) Pembelian kain kafan, sabun, minyak wangi, kapur barus dan lain-lain.
2) Pembelian papan, ongkos penggalian kubur dan biaya penguburan yang lain.
Rasulullah mengajarkan kepada para sahabatnya, jika terjadi musibah kematian, hendaknya di rumah itu tidak menyelenggarakan makan-makan, atau mengambil harta peninggalan untuk menjamu orang-orang yang datang berta’ziah. Bahkan Nabi Muhammad saw. menganjurkan kepada orang-orang yang datang berta’ziah membawa makanan untuk keluarga yang terkena musibah. Rasulullah saw. bersabda :




Artinya : “Dari Ubaidillah bin Ja’far r.a., ia berkata : Ketika datang berita meninggalnya Ja’far karena terbunuh, Nabi saw. bersabda : Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja’far karena sungguh mereka sedang menderita kesusahan (kekalutan fikiran)”.
(H.R. Lima ahli hadits kecuali An Nasai)
2. PENYELESAIAN HUTANG-HUTANG
Setelah harta peninggalan diambil untuk biaya pengurusan jenazah maka harta peninggalan lainnya untuk melunasi hutang-hutangnya, yaitu :
1) Hutang kepada Allah berupa kemungkinan ada nadzar yang belum dilaksanakan, zakat baik zakat fitrah maupun zakat harta, ibadah haji yang belum ditunaikan padahal ia telah mampu dan lain-lain. Rasulullah saw. bersabda :


Artinya : “Hutang kepada Allah itu lebih berhak untuk dibayar”.
(H.R. Ibnu Abbas)
2) Hutang kepada sesama manusia harus segera diselesaikan supaya mayat segera terbebas dari hutang yang belum dibayar. Dalam hal ini ahli waris mayat harus berusaha menanyakan kepada sanak famili dan teman-temannya jika di antara mereka ada yang dihutangi oleh almarhum / almarhumah semasa masih hidup. Rasulullah saw. bersabda :




Artinya : “Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw. telah bersabda : Diri seorang mukmin itu tergantung (tidak sampai ke hadirat Allah swt.) karena hutangnya, sehingga dibayar terlebih dahulu hutangnya itu (oleh familinya yang masih hidup)”.
(H.R. Ahmad dan At Turmudzi)
Apabila mayat tidak mempunyai harta untuk melunasi hutangnya atau harta peninggalannya tidak mencukupinya maka hutang mayat menjadi tanggungan ahli waris. Jika ahli waris tidak mampu juga maka hal ini diserahkan kepada Allah swt.. Rasulullah saw. bersabda :





Artinya : “Dari Ibnu Umar r.a., Rasulullah saw. bersabda : Hutang itu ada dua macam, maka siapa yang meninggal dan ia berniat untuk melunasinya maka saya walinya (yang akan mengurusnya) dan siapa yang meninggal dan tidak ada niat untuk melunasinya maka yang demikian itu pembayarannya akan diambilkan dari kebaikannya, karena pada hari ini tidak ada emas dan tidak ada perak”. (H.R. At Thabrani)

3. PELAKSANAAN WASIAT
Jika mayat meninggalkan wasiat dan harta peninggalan masih ada maka wasiat harus dipenuhi. Wasiat yang harus dipenuhi ialah yang tidak melebihi sepertiga harta peninggalannya. Firman Allah swt. :

Artinya : “Sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya”. (An Nisa : 11)

Dalam hadits disebutkan :




Artinya : “Dari Ibnu Abbas r.a., ia berkata : Alangkah baiknya jika manusia mengurangi wasiatnya dari sepertiga menjadi seperempat karena Rasulullah saw. bersabda : Wasiat itu sepertiga, sedang sepertiga itu sudah banyak”. (H.R. Al Bukhori dan Muslim)

4. PEMBAGIAN HARTA WARIS KEPADA AHLI WARIS
Pembagian harta waris dilakukan setelah dikeluarkan biaya pengurusan jenazah, penyelesaian hutang dan wasiat. Pembagian harta waris haruslah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan ilmu faraidh.




Artinya : “Dari Ibnu Abbas r.a., ia berkata : Rasulullah saw. bersabda : Berikanlah bagian-bagian warisan itu kepada ahlinya, maka kelebihannya diberikan kepada orang yang lebih utama (dekat), yaitu orang laki-laki yang paling dekat dengan orang yang meninggal”. (H.R. Al Bukhori dan Muslim)

Anak-anak yang ditinggal mati orang tuanya harus dipelihara oleh keluarga yang dekat, dicukupi kebutuhan hidupnya, diperhatikan pendidikannya dan jangan sampai terlantar. Anak yang ditinggal mati ayahnya disebut anak yatim, yang ditinggal mati ibunya disebut piatu dan yang ditinggal mati kedua orang tuanya disebut yatim piatu. Jika anak yang ditinggal mati kedua orang tuanya, mereka tidak mempunyai saudara maka yang berkewajiban mengurusnya ialah kaum muslimin yang mampu. Mengurus anak yatim ini hukumnya fardu kifayah. Allah swt. berfirman :



Artinya : “Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak-anak yatim, katakanlah mengurus mereka secara patut adalah baik”.
(Al Baqoroh : 220)
Di dalam Al Quran surat Al Ma’un ayat 1-3 Allah berfirman :




Artinya : “Tahukah kamu orang yang mendustakan agama ?. Itulah orang yang menghardik anak yatim. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin”. (Al Ma’un : 1-3)

III. HIKMAH SYARIAT PENYELENGGARAAN JENAZAH
Hikmah dalam syariat penyelenggaraan jenazah itu antara lain dalam sholat jenazah :
a. Orang yang meninggal maka ruhnya kembali kepada Allah swt.
b. Karena ia sudah mati dan tidak berdaya apa-apa, maka yang masih hiduplah yang wajib menyelenggarakan segala urusan jenazah, sehingga menurut syara’, hukumnya wajib kifayah.
c. Seandainya ia mempunyai dosa-dosa, maka tidak ada lagi yang dapat menolongnya selain amal perbuatan yang baik, sedang kesempatannya sudah tidak ada lagi, melainkan jika mendapat curahan rahmat dari Allah. Tatkala di mayat menghadapi saat-saat yang gawat itulah, kaum muslimin tegak mengerjakan salat jenazah seraya memohonkan kepada Allah swt. agar Allah menyayangi dan memberi ampunan kepada si mayat.