الله أكبر الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله والله أكبر ، الله أكبر ولله الحمد.
الله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا . لا إله إلا الله ولا نعبد إلا إياه مخلصين له الدين ولو كره المشركون . لا إله إلا الله وحده صدق وعده ونصر عبده وأعز جنده وهزم الأحزاب وحده . لا إله إلا الله والله أكبر . الله أكبر ولله الحمد .
اللهم صل على محمد وعلى آله وأزواجه أمهات المؤمنين وأصحابه الأخيار رضوان الله عليهم ومن دعا بدعوته وسلك سلوكه واتبع سنته إلى يوم الدين . أما بعد أيها المسلمون أوصيكم ونفسي بتقوى الله عز وجل.
Ma’asyiral Muslimin Rohimakumullah
Pada pagi ini kita berkumpul melantunkan Takbir membesarkan Allah Swt, MemujiNya, Bertasbih kepadaNya. Tiada yang layak dipuji kecuali hanya Dia, Dia yang menghidupkan, Dia yang mematikan, Dia yang memberi rezeki. Saudara-saudara kita pagi ini berangkat menuju Mina untuk melempar Jamratul ‘Aqabah. Semalam mereka bermalam di Muzdalifah. Kemarin mereka seharian penuh berwuquf di ‘Arafah, menadahkan tangan kepada Robb memohon ampunnya, membukakan pintu rahmatnya. Kita yang berada di tanah air, diganti Allah dengan puasa ‘Arafah tanggal 9 Zulhijjah yang Fadhilahnya dapat menghapuskan dosa tahun kemarin dan dosa pada tahun ini.
Allahu Akbar Allahu Akbar
Bukan suatu hal kebetulan Allah Swt menetapkan kewajiban Haji kepada ummat Muhammad Shallahu alaihi Wasallam walau sekali dalam seumur hidup. Haji adalah Ibadah yang mengandung makna penghambaan yang luar biasa kepada Allah Subhanah. Sementara Hakikat kehidupan ini adalah penghambaan itu sendiri. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Al-Mawla Azza Wajalla :
وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون
(Tidaklah Kuciptakan Jin dan Manusia, melainkan untuk mengabdi kepadaKu). (Surat az-Zariyaat: 56) Bahkan setiap praktik Ibadah Manasik Haji itu mengandung makna penghambaan. Ketika seseorang thawaf, Sa’i, wuquf, Mabit, melempar Jamroh, semua kegiatan itu merupakan wujud penghambaan manusia kepada al-Ma’bud Subhanahu. Hal ini sering dilupakan umat Islam termasuk mereka yang melaksanakan Haji. Mereka umumnya melakukan manasik itu begitu saja tanpa disertai penghayatan atas penghambaan kepada Allah Azza wajalla. Bahkan tak sedikit mereka yang melaluinya sebagai formalitas belaka, tanpa mendalami dan merasakan manisnya berhaji. Seorang yang memulai rangkaian Ibadah Manasik, memulainya dengan Ihram dan membaca lafazh Talbiyah. Kalau kita perhatikan ucapan Talbiyah itu, isinya semua berupa penghambaan kepadaNya.
لبيك اللهم لبيك . لبيك لا شريك لك لبيك . إن الحمد والنعمة لك والملك لا شريك لك
“Aku datang memenuhi panggilanMu, Ya Allah. Aku datang memenuhi PanggilanMu. Tiada Sekutu bagiMu. Sesungguhnya segala pujian, kenikmatan hanya milikmu, dan juga kerajaan. Tiada Sekutu bagiMu.”
Betapa jelasnya ikrar/pengakuan akan penghambaan itu keluar dari mulut orang yang berihram haji dan umroh. Pengakuan bahwa kedatangannya dari negeri jauh, melintas samudera dan benua, hanyalah memenuhi panggilan Allah semata. Pengakuan bahwa Allah itu hanya Satu, tidak ada sekutu bagiNya. Inilah esensi Tawhid. Pengakuan bahwa pujian hanya pantas untuk Allah. Karenanya pujian-pujian berlebihan tak pantas diberikan kepada manusia, apalagi manusianya pernah memusuhi Allah, memperjuangkan bukan hukum Allah. Pengakuan bahwa nikmat adalah kepunyaan Allah semata. Kita sebagai manusia, hanya diberi amanah secuil dari nikmat itu untuk dirasakan oleh sebagian kita, dan sekaligus menjadi ujian. Karenanya kita harus banyak mensyukurinya dan tidak mabuk dalam nikmat itu. Jika Allah berkehendak, nikmat itu dicabutNya, kita suka atau tidak suka. Pengakuan bahwa kerajaan adalah milik Allah Azza Wajalla. Kekuasaan yang diberikanNya kepada sebagian manusia, hanyalah sedikit dan bersifat sementara. Kita hanyalah hamba yang tidak memiliki apapun dan tak berkuasa sedikitpun. Segala-segalanya hanya milik Allah dan tunduk pada kekuasaanNya. Pengakuan sekali lagi bahwa Allah tidak bersekutu dengan sesuatu makhluq apapun. Dia satu-satunya Ilah (Tuhan) yang berhak menerima penyembahan dari makhluq. Begitulah isi dan makna Talbiyah.
Ikrar yang begitu tegas dan diteriakkan berkali-kali sepanjang hari Arafah, malam hari di muzdalifah, hingga sampai di Mina pada pagi 10 zulhijjah, seharusnya meninggalkan bekas pada diri kaum Muslimin. Kalau kita renungkan haji, ia sungguh merupakan wisata ruhany yang kental dengan muatan ‘aqidah. Ketika wukuf di Arafah, diharuskan memperbanyak zikir kepada Allah, menjauhkan diri dari perbuatan yang tak bermanfaat, seperti berfoto ria, jalan ke sana kemari, mencari teman, mengunjungi handai tolan, seperti kebiasaan banyak jemaah haji kita. Bukan seperti itu. Arafah diisi dengan penghayatan, pematangan Aqidah, membulatkan penghambaan diri kepada Al’Aziz al-Jabbar. Bila haji dilaksanakan dengan pola seperti ini, ia akan melahirkan sosok manusia baru dengan akidah yang tangguh. Komitmen kepada Islam yang sangat tinggi. Kecintaan kepda ALLAH yang mengalahkan segala-galanya. Siapapun yang kembali dari mengerjakan haji akan berubah. Bukankah yang pergi haji itu banyak petinggi negara, pejabat pemerintah, politisi wakil rakyat, pebisnis, disamping rakyat biasa. Apa pengaruh haji pada kehidupan mereka?
Seharusnya mereka itu menampakkan perubahan drastis, karena aqidah sudah terbina. Penyelewengan jabatan, praktik korupsi, memperkaya diri, curang dan menipu, seharusnya sudah berhenti total. Ya, kita bisa terima, sebelum haji mereka banyak melakukan perbuatan-perbuatan di atas, tetapi setelah menjalani pelatihan super intensive, materi super canggih, prilaku-prilaku mereka harus berubah total, sekembalinya dari haji. Seharusnya lahir pejabat Negara, politisi, dan aparat pemerintahan yang bersih, soleh, takut menyalah gunakan uang rakyat, bahkan lahirlah politisi dan negarawan yang wala’ (loyalitas/keberpihakan)nya kepada hukum Allah. Partai/ormas boleh beda tetapi akidah harus sama, berwala’ kepada Allah dan bertahkim kepada Syari’at Allah Swt.
أفحكم الجاهلية يبغون ومن أحسن من الله حكما لقوم يوقنون
“Apakah Hukum Jahiliyah yang lebih mereka sukai. Dan hukum siapa yang lebih baik dari hukum buatan Allah, bagi kaum yang yakin.” (Al-Ma’idah:50)
Tidak ada tempat bagi sekularisme, Pluralisme, dan demokrasi ala kuffar. Karena apa saja yang kita butuhkan dalam mengatur Negara, ada konsep dan teorinya di dalam Syari’at Allah yang agung itu. Betapa tidak, Zat Yang Maha Mengetahui akan melahirkan konsep yang maha canggih.
ألا يعلم من خلق وهو اللطيف الخبير
“Ketahuilah. Yang mengetahui adalah yang mencipyakan. Dan Dia Maha lembut dan Maha Mengetahui.” (Surat al-Mulk: 14)
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahilhamd.
Apa yang menimpa ekonomi Amerika akhir-akhir ini, berupa hancurnya dunia usaha, yang berawal dari credit crunch dalam bisnis perumahan di Amerika, salah satu pertanda kuat kehancuran sistem ekonomi Kapitalis. Sistem Ekonomi yang berlandaskan pada Riba, uang melahirkan uang, bisnis yang menggelembungkan angka-angka padahal tidak sesuai dengan nilai riilnya, akhirnya sampai pada angka yang tak terbayang dalam otak pebisnis $600,000,000,000,000. (enam ratus trilyun Dollar US). Maka dari kasus hancurnya dunia finance di AS, dan negara-negara yang berkiblat kepadanya, apakah manusia tidak juga mau belajar bahwa sistem yang diciptakan oleh manusia untuk menandingi sistem yang diturunkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala, pada gilirannya akan berujung pada kehancuran, malapetaka dan kesengsaraan. Syari’at Islam mengajarkan bahwa riba adalah haram dan jual beli itu halal. Firman Allah: أحل الله البيع وحرم الربا. “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” Jual beli harus memperlihatkan wujud barang yang dijual dan harga yang masuk akal atas barang. Bukan seperti membeli kucing dalam karung. Riba lah yang menghancurkan perekonomian Kapitalis, sebagaimana telah hancur sebelumnya sistem sosialis di Eropa Timur. Allah Swt ingin memperlihatkan kepada manusia, bahwa sistem yang mereka bangun bertentangan dengan sistem yang diturunkanNya, cepat atau lambat akan hancur sekuat apapun tiang penyangga sistem itu. Allah juga ingin memperlihatkan bahwa kesombongan dan keangkuhan hanya berakhir dengan kehancuran. Kesombongan dan arogansi yang dipertontonkan oleh AS di dunia Islam, wabil Khusus di Afghanistan, Iraq, Somalia, Sudan dan lainnya tidak luput dari perhitungan Allah Tabaraka wata’ala. Berapa nyawa bangsa Afghanistan yang hilang tanpa alasan? Berapa nyawa bangsa Irak dan kekayaaan negeri itu yang musnah akibat kekejaman Negara yang sombong itu? Semuanya tercatat dalam perhitungan Allah ‘Azza wa Jalla. Krisis financial Amerika adalah mukaddimah kehancuran Negara besar itu.
Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilhamu. Problem manusia sebenarnya adalah problem ‘aqidah. Mayoritas manusia tidak menuhankan Allah Azza wajalla. Mereka mengambil Tuhan selain Allah. Ada yang menuhankan manusia dan leluhur. Ada pula yang menuhankan benda dan hawa nafsu, seperti roh, seks, akal, teknologi, uang, jabatan, popularitas, dan sebagainya. Firman Allah Tabaraka wata’ala:
أفرأيت من اتخذ إلاهه هواه وأضله الله على علم وختم على سمعه وقلبه وجعل على بصره غشاوة فمن يهديه من بعد الله أفلا تذكرون.
“Apakah tidak engkau ketahui orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah sesatkan dia dengan sadar, dan Allah mencap pendengarannya dan hatinya. Dan Ia jadikan penglihatannya menjadi tertutup, maka siapakah yang menunjukinya selain Allah? Apakah kamu tidak berfikir?” (al-Jatsiyah 23).
Sebagian mereka ada yang sudah menjadi Muslim tetapi tidak menyerahkan wala’ (loyalitas)nya kepada Allah. Mulut mereka mengucapkan La Ilaaha illallah, namun hati mereka dan praktik hidupnya jauh dari makna Laa Ilaaha illallah itu. Penyebabnya karena merekapun tidak paham hakikat makna Syahadat itu. Konsekuensi Syahadat adalah tunduk sepenuhnya kepada Allah Swt. Bukan hanya tunduk dalam soal Ibadah ritual dan aturan-aturan yang menyangkut dien (agama) saja. Tetapi kepatuhan total dan ketundukan mutlak kepada Allah Swt. Para Ulama Tawhid menjelaskan maknanya adalah : لا معبود بحق إلا الله“Tidak ada yang disembah dengan sah selain dari Allah”. Jadi hawa nafsu, manusia, nenek moyang, teknologi, kecantikan, seni, ideologi, faham, benda, roh, apapun selain Allah tidak boleh diTuhankan, disembah, dikultuskan, didewa-dewakan, dianggap sakti, dan seterusnya.
Dalam kenyataan sebagian umat Islam masih terjerumus dalam menuhankan faham/ideologi yang dibuat oleh umat di luar mereka, seperti sekularisme, nasionalisme, materialisme, demokrasi, liberalisme, humanisme, feminisme, dan isme-isme lain. Berarti mereka belum menuhankan Allah dalam arti yang sesungguhnya, karena Allah tidak menerima falsafah-falsafah yang dibuat oleh manusia, lalu dianut sebagai kebenaran, selain apa yang diturunkan oleh Allah, yakni al-Islam. Mereka mengekor begitu saja kepada umat di luar mereka yang tidak memiliki petunjuk hidup. Sungguh ironi, kaum yang memiliki petunjuk hidup (hidayah) mengekor kepada kaum yang sesat. Seharusnya, kaum yang sesat mengikuti kaum yang mendapat petunjuk, agar mereka ikut selamat. Umat Islam di dunia ini rata-rata hidupnya mengekor kepada umat lain. Mereka menjadi pengekor setia kaum di luar mereka, di semua bidang dan sektor; mulai dari ideologi, faham, hobbi, idola, model, brand, trend, gaya, penilaian, dan yang lainnya. Umat Islam tidak hanya menjadi pasar produk teknologi saja, tetapi juga sudah menjadi pasar bagi produk ideologi dan faham kaum kuffar. Faham apa saja yang muncul di barat, akan didapatkan pengikutnya di tengah kaum Muslimin. Ini mengingatkan kita benarnya prediksi Nabi Saw empat belas abad silam yang mengatakan :
(لتتبعن أمما قبلكم شبرا بشبر ذراعا بذراع حتى إذا دخلوا جحر ضب لدخلتموه).
“Kalian akan mengikuti ummat sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, hingga kalau mereka masuk ke lubang biawak, niscaya kamupun ikuti mereka.”
Dalam soal penilaianpun, umat islam mengekor dan berkiblat kepada Barat kaum Kuffar. Apa saja yang dianggap buruk oleh kuffar, juga dianggap buruk oleh ummat Islam. Sebaliknya apa yang dianggap mereka sebagai kewajaran dan baik, juga dianggap wajar dan baik oleh ummat Islam. Akhir-akhir ini banyak isu dilemparkan oleh musuh-musuh Islam melalui media massa dan disambut oleh ummat ini dengan sikap membeo dan mengekor, seperti murid dengan gurunya. Barat melemparkan isu terorisme dan menuduhkan perbuatan terorisme kepada Islam dan ummatnya, maka umat Islampun ikut-ikutan seperti beo. Ada Orang yang dituduh oleh Barat sebagai teroris, kitapun ikut-ikutan menuduhnya teroris. Padahal mereka itulah induknya teroris. Israel dan Amerika itulah yang membuat kerusuhan dahsyat di muka bumi ini. Mereka lah yang menjadi kaum perusak nomor wahid di dunia ini. Tapi, dia bisa mengalihkan opini dunia, kerusuhan dahsyat yang dia buat menjadi tidak kelihatan/hilang, sementara orang Muslim yang soleh yang difitnahnya sebagai pembuat kerusuhan, dihukum oleh public secara zalim. Umat islam sekali lagi membeo kepada mereka. Pornografi, homoseks, dan penyimpangan seksual yang bejat, kotor, dan bertentangan dengan fitrah manusia, baik Muslim atau non Muslim, menjadi indah dan wajar dalam pandangan mereka. Sebagian Ummat Islam pun ikut-ikutan menilai yang bejat itu menjadi wajar. Ajaran yang dianggap sesat di dalam islam, mereka anggap Hak Azasi Manusia dan merupakan kebebasan untuk meyakini ajaran apa saja. Na’uzu Billah min zalik.
Jika Barat menganggap poligami itu buruk dan aib, di mana seorang lelaki mempunyai isteri yang sah lebih dari satu, maka umat Islampun ikut-ikutan menilai poligami itu buruk dan penindasan terhadap perempuan. Bahkan meng”hukum” orang yang melakukannya. Tapi, jika seorang lelaki atau perempuan berganti-ganti pasangan tanpa nikah, melakukan hubungan zina dengan siapa saja yang dia sukai, mereka anggap wajar dan kebebasan sebagai manusia. Beginilah nasib ummat Islam sekarang. Menilai sesuatu dengan mengikuti standar penilaian kaum Kuffar. Menikahi anak belasan tahun dianggap oleh Barat sebagai pelecehan terhadap anak, maka ummat Islampun ikut mencelanya. Sementara anak-anak jalanan belasan tahun yang melakukan hubungan seks, tidak pernah diributkan oleh media. Di Barat, anak umur 14 tahun sudah diajari gurunya di sekolah cara berhubungan badan yang ‘aman’. Dan anak-anak sekolah mempraktikkannya dengan teman-temannya. Itu tidak dianggap tabu, karena tidak menikah. Jika menikah dengan sah, akan menjadi aib dan malu.
Lalu pertanyaannya sampai kapan kita sebagai pengekor? Apakah tidak tiba saatnya, ummat Islam ini hidup dewasa, merdeka, mandiri dengan kebijakan sendiri, tidak bergantung kepada bangsa lain manapun. Padahal mereka mempunyai ‘aqidah. Mereka memiliki kitab suci sebagai petunjuk. Mereka mempunyai sunnah Nabinya Saw yang dijadikan pedoman dalam memahami jalan yang benar. Kapankah saatnya, ummat Islam kembali kepada kesadarannya untuk menjalankan hukum Agamanya untuk mengatur dunia dan akhiratnya? Sadarkah mereka bahwa solusi tidak pernah datang dari luar mereka, melainkan dari dalam mereka sendiri? Marilah kita berdoa kepada Allah Swt agar ummat ini diberiNya petunjuk dan Hidayah untuk menapaki jalanNya yang lurus, jalan orang-orang yang beriman. Amiin.
اللهم أرنا الحق حقا وارزقنا اتباعه ، وأرنا الباطل باطلا وارزقنا اجتنابه. اللهم إنا نسالك الهدى والتقى والعفاف والغنى. اللهم ارفع مقتك وغضبك عنا . اللهم لا تدع في مقامنا هذا ذنبا إلا غفرته ولا هما إلا فرجته ولا دينا إلا قضيته ولا حاجة من جوائج الدنيا إلا قضيتها ويسرتها يا رب العالمين. اللهم أعز الإسلام والمسلمين وأذل الشرك والمشركين ودمر أعداءك أعداء الدين.
Sumber : http://www.eramuslim.com/